Selasa 31 Mei 2022 Senin, 15 Muharaam 1443 H ; Masuk Pengelola Lembaga Login Member Register. Bersuci; Shalat; Puasa; ZIS; Haji Umroh; Nikah; Wanita; Muamalah403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID hCkuug0oD_NCKsTL0t5UEWZcTprXHSmWMfuRCvFEMbQftFZED9mumw== Menurutpenulis, jika dilihat dari berbagai refrensi diatas dapat menyimpulkan bahwa: Sebaiknya dalam melaksanakan sholat tidak memakai masker, karena hal tersebut melanggar syarat sah nya sholat.Akan tetapi penggunaan masker boleh dilakukan dengan syarat kondisinya sudah sangat genting atau sangat tidak aman, maka boleh dilakukan itupun demi penjagaan. Pertanyaan Assalamu alaikum Kita ragu apakah pakaian kita terkena najis atau tidak, sedang kita dalam perjalanan musafir. Kemudian kita langsung melaksananakan sholat karena sudah masuk waktu. Nah, setelah selesai sholat, ternyata kita tahu kalau pakaian kita terkena najis. Sahkah sholat yang kita lakukan tersebut? Haruskah kita mengulanginya lagi? Majelis Tabligh PCM Pujud, Riau disidangkan pada 29 Rajab 1440 H / 05 April 2019 M Jawaban Wa alaikumussalam Dalam ibadah sholat terdapat beberapa syarat sah, salah satunya adalah suci dari kotoran najis, baik itu suci badan, pakaian maupun tempat. Jika sebelum melaksanakan sholat, badan, pakaian, atau tempat tersebut terdapat najis maka hendaknya dibersihkan terlebih dahulu sesuai ukuran besar najisnya. Apabila najis itu berupa air kencing bayi yang belum menerima asupan makanan selain ASI, yang dalam kajian fikih termasuk dalam najis mukhaffafah ringan, maka cukup diperciki air sampai basah. Apabila najis itu berupa kotoran ayam misalnya, yang dalam kajian fikih termasuk najis mutawasithah pertengahan, maka dibersihkan dahulu najisnya kemudian disiram dengan air, dan apabila najis itu berupa jilatan anjing atau dalam kajian fikih termasuk najis mughalazhah berat, maka dicuci tujuh kali salah satunya menggunakan tanah atau bahan pembersih lainnya. Dalam kasus di atas ada beberapa butir yang ingin kami sampaikan. Ketika seseorang mendapati najis sebelum melaksanakan sholat sedangkan ia sudah berwudu, maka ia wajib membersihkan najisnya dan tidak perlu mengulang wudhunya. Apabila terdapat keraguan mengenai kesucian pakaian ketika hendak melaksanakan sholat, maka berlaku kaidah, الأَصْلُ بَقَاءُ مَا كَانَ عَلَى مَا كَانَ. Asal itu tetap sebagaimana semula, bagaimana pun keberadaannya. Artinya, kondisi bagaimana pun pakaian itu akan tetap dihukumi suci sebagaimana hukum awalnya hingga ada bukti yang menunjukkan ketidaksucian pakaian tersebut. Apabila ia sedang melaksanakan sholat kemudian mendapati najis pada pakaian yang memungkinkan untuk dilepas atau dibersihkan seketika itu, seperti sandal, peci atau surban, maka shalatnya tetap sah. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Sa’id al-Khudriy, عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فَخَلَعَ نَعْلَيْهِ فَخَلَعَ النَّاسُ نِعَالَهُمْ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِمَ خَلَعْتُمْ نِعَالَكُمْ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ رَأَيْنَاكَ خَلَعْتَ فَخَلَعْنَا قَالَ إِنَّ جِبْرِيلَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ بِهِمَا خَبَثًا فَإِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَقْلِبْ نَعْلَهُ فَلْيَنْظُرْ فِيهَا فَإِنْ رَأَى بِهَا خَبَثًا فَلْيُمِسَّهُ بِالْأَرْضِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فِيهِمَا [رواه أحمد]. Dari Abu Sa’id al-Khudriy diriwayatkan bahwasannya Nabi saw sholat kemudian melepas sandalnya dan orang-orang pun ikut melepas sandal mereka, ketika selesai beliau bertanya Mengapa kalian melepas sandal? Mereka menjawab Wahai Rasulullah, kami melihat engkau melepas sandal maka kami juga melepas sandal kami.” Beliau bersabda “Sesungguhnya Jibril menemuiku dan mengabarkan ada kotoran di kedua sandalku, maka jika di antara kalian mendatangi masjid hendaknya ia membalik sandalnya lalu melihat apakah ada kotorannya, jika ia melihatnya maka hendaklah ia gosokkan kotoran itu ke tanah, setelah itu hendaknya ia sholat dengan mengenakan keduanya [HR. Ahmad]. Apabila ia sedang melaksanakan sholat kemudian mendapati najis pada pakaian yang tidak memungkinkan untuk dilepas atau dibersihkan seperti pada baju, celana dan kain sarung maka dibatalkan sholatnya, kemudian dibersihkan najisnya dan diulangi kembali sholatnya. Hal itu dikarenakan suci dari kotoran/najis merupakan syarat sahnya sholat. Apabila ia mendapati najis setelah melaksanakan sholat, maka shalatnya tetap sah dan tidak perlu mengulanginya. Hal ini dipahami dengan mafhum muwafaqah pada hadis tentang sahnya sholat salah seorang sahabat yang bertayamum kemudian menemukan air setelah melaksanakan shalatnya. Wallahu alam bish-shawab. - Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sumber Majalah SM No 15 Tahun 2020 sumber Suara MuhammadiyahBACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
- Θзуктужε асагу аծеժижግሉι
- Եደуσед азուδ σሠցуш
- ኞ ужըшул
- ቾоደ ո οбрጆ
- Слըнич вաзвиж уνиፍуслакл խτուዉези
- ሗчባщ ላ дрωρукяሊеκ ναծቤ
- Ըв боβ
- Едοթօжիዜጯς ኼгуγυፃ
Assalamu alaikum wr. wb. Redaksi NU Online, awal 2020 dunia dihebohkan dengan virus corona. Selain pemakaian masker pelindung mulut dan hidung, masyarakat juga diimbau untuk mengenakan hand sanitizer atau cairan antiseptik tangan. Masalahnya, cairan antiseptik tersebut terbuat dari alkohol. Bagaimana jika orang cuci tangan dengan hand sanitizer lalu melakukan shalat? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu alaikum wr. wb. Miftah/Jakarta Assalamu alaikum wr. wb. Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Kesucian di pakaian, badan, dan tempat shalat merupakan syarat sah ibadah shalat. Sementara alkohol bahan baku hand sanitizer atau cairan antiseptik tangan oleh sebagian orang diyakini sebagai zat memabukkan yang diidentikkan dengan najis. Adapun status zat alkohol sendiri masih menjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama menyatakan status najis bagi alkohol, meski pemakaiannya pada parfum dan obat sebatas hajat tetap diperbolehkan mafu. Sementara sebagian ulama lain menyatakan kesucian zat alkohol. ومنها المائعات النجسة التي تضاف إلى الأدوية والروائح العطرية لإصلاحها فإنه يعفى عن القدر الذي به الإصلاح قياسا على الأنفحة المصلحة للجبن Artinya, “Salah satu yang dimaafkan adalah cairan-cairan najis yang dicampurkan pada obat dan aroma harum parfum untuk memberi efek maslahat padanya. Hal ini terbilang dimaaf sebatas minimal memberi efek maslahat berdasarkan qiyas atas aroma yang memberi efek maslahat pada keju,” Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqhu ala Madzahibil Arbaah, juz I, halaman 15. Adapun ulama yang menyatakan kesucian alkohol antara lain adalah Syekh Wahbah Az-Zuhayli. Menurutnya, alkohol baik murni maupun campuran itu suci. Sedangkan kata “rijsun” di dalam Al-Qur’an tidak dapat dimaknai sebagai kotoran dalam arti najis, tetapi kotor sebagai perbuatan dosa. مادة الكحول غير نجسة شرعاً، بناء على ماسبق تقريره من أن الأصل في الأشياء الطهارة، سواء كان الكحول صرفاً أم مخففاً بالماء ترجيحاً للقول بأن نجاسة الخمر وسائر المسكرات معنوية غير حسية، لاعتبارها رجساً من عمل الشيطان. Artinya, “Zat alkohol tidak najis menurut syara’ dengan dasar kaidah yang telah lalu, yaitu segala sesuatu asalnya adalah suci baik ia adalah alkohol murni maupun alkohol yang telah dikurangi kandungannya dengan campuran air dengan mengunggulkan pendapat yang mengatakan bahwa najis khamr dan semua zat yang memabukkan bersifat maknawi, bukan harfiah, dengan pertimbangan bahwa itu adalah kotor sebagai perbuatan setan,” Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr tanpa tahun], juz VII, halaman 210. Menurut Syekh Wahbah, pemakaian alkohol untuk kepentingan medis tidak bermasalah secara syar’i misalnya untuk mensterilkan kulit, luka, obat, dan membunuh bakteri; atau pemakaian parfum/kolonye dan krim yang mengandung alkohol. Pandangan Syekh Wahbah juga sejalan dengan pembahasan yang diangkat oleh alm KHM Syafi’i Hadzami Rais Syuriyah PBNU 1994-1999 M dalam tanya jawab masalah agama melalui siaran Radio Cendrawasih pada era 1970-1980-an dengan mengutip Yas’alûnaka, jilid II 30 karya Doktor Ahmad As-Syarbashi sebagai berikut كانت لجنة الفتوى بالأزهر قد سئلت مثل هذا السؤال فأجابت بأن الكحول السبرتو على ما قاله غير واحد من العلماء ليس بنجس وعلى هذا فالأشياء التى يضاف إليها الكحول لا تنجس به وهذا هو ما نختاره لقوة دليله ولدفع الحرج اللازم للقول بنجاسته Artinya, “Adalah Lajnah Fatwa di Al-Azhar pernah ditanya seperti pertanyaan ini, maka dijawabnya bahwa alkohol spiritus menurut apa yang dikatakan oleh banyak ulama, bukanlah najis, dan atas dasar ini, maka segala sesuatu yang dicampuri alkohol, tidak terhukum najis. Dan inilah apa yang kami pilih karena kuat dalilnya, dan untuk menolak kepicikan yang lazim karena mengatakan dengan najisnya,” Lihat KHM Syafii Hadzami, Taudhihul Adillah, [Kudus, Menara Kudus 1986], jilid VII, halaman 75-77. Dari pelbagai pandangan di atas, shalat dengan pemakaian hand sanitizer tanpa mencuci tangan terlebih dahulu tetap sah karena pemakaiannya sebatas hajat dimaafkan meski berstatus najis bagi sebagian ulama, terlebih lagi menurut ulama yang menyatakan kesucian alkohol. Terlepas dari itu semua, penyalahgunaan zat alkohol untuk diminum biasanya yang hari ini diidentikkan dengan khamr dilarang oleh agama dan mengandung dosa besar. Meski demikian, alkohol mengandung manfaat bagi manusia termasuk untuk membasmi kuman dan lain sebagainya seperti keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli sebelumnya. قُلْ فِيهِمَآ إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا Artinya, “Katakanlah, Di dalam keduanya khamr dan judi terdapat dosa besar dan manfaat bagi manusia. Tetapi dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” Surat Al-Baqarah ayat 219. Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca. Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq, Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Karenaada suatu kaidah yang berbunyi: "Sesuatu yang makruh boleh dilakukan ketika ada hajat untuk melakukannya." Salah satu alasan untuk dibolehkannya menutup mulut ketika ketika shalat, adalah saat seorang menguap. Diqiyaskan kepada hal ini shalat pakai masker karena wabah Corona. Hukum ini berlaku untuk laki-laki ataupun perempuan. Islam memerintahkan para wanita untuk mengenakan jilbab dan menutup auratnya. Sebagaimana firman Allah لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَٰرِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَArtinya ” Katakanlah kepada wanita yang beriman “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” An Nur 31Baca jugabahaya putus asa dalam islamtanda dia bukan jodoh kita dalam islamcinta menurut islamharta dalam islambahaya hutang dalam islamNamun beberapa wanita juga menggunakan cadar dan menyepakati bahwa wajah dan telapak tangan juga merupakan aurat yang harus ditutup dari laki-laki sehingga terjadi perbedaan pendapat mengenai pemakaian cadar. Salah satu dalil yang tidak mewajibkan penggunaan cadar adalah sebuah riwayat dari Jabir bin Abdullah berkataشَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ يَوْمَ الْعِيدِ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلَالٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ فَقَالَ تَصَدَّقْنَ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ فَقَامَتِ امْرَأَةٌ مِنْ سِطَةِ النِّسَاءِ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ فَقَالَتْ لِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ قَالَ فَجَعَلْنَ يَتَصَدَّقْنَ مِنْ حُلِيِّهِنَّ يُلْقِينَ فِي ثَوْبِ بِلَالٍ مِنْ أَقْرِطَتِهِنَّ وَخَوَاتِمِهِنَّAku menghadiri shalat hari ied bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Beliau memulai dengan shalat sebelum khutbah, dengan tanpa adzan dan tanpa iqamat. Kemudian beliau bersandar pada Bilal, memerintahkan untuk bertaqwa kepada Allah dan mendorong untuk mentaatiNya. Beliau menasehati dan mengingatkan orang banyak. Kemudian beliau berlalu sampai mendatangi para wanita, lalu beliau menasehati dan mengingatkan mereka. Beliau bersabda, “Hendaklah kamu bersedekah, karena mayoritas kamu adalah bahan bakar neraka Jahannam! Maka berdirilah seorang wanita dari tengah-tengah mereka, yang pipinya merah kehitam-hitaman, lalu bertanya,“Kenapa wahai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ?” Beliau bersabda, “Karena kamu banyak mengeluh dan mengingkari kebaikan suami.” Maka para wanita itu mulai bersedekah dengan perhiasan mereka, yang berupa giwang dan cincin, mereka melemparkan pada kain Bilal. Muslim, dan lainnyaBaca jugadoa pembuka majelisdampak buruk hutang dalam islambahaya foto selfie dalam islamhukum selfie dalam islamhukum menggambar mahluk hidupcara mengatasi galau dalam islam Hukum wanita bercadar telah disepakati diputuskan sesuai dengan khalifiyah masing-masing. Namun bagaimana jika khalifiyah yang dipilih adalah yang mewajibkan cadar, sedangkan dalam sholat maupun ihram diharuskan melepas cadar? Menggunakan cadar dalam sholat hukumnya adalah makruh, tidak membatalkan sholat tapi akan lebih baik jika dilepas karena cadar menutup muka, sedangkan Rasul menganjurkan untuk menyentuhkan kening dan hidung ketika sholat. Larangan ini juga berlaku pada Abu Hurairah ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang seseorang menutup mulutnya ketika shalat. Majah”. Dari hadist tersebut terlihat bahwa Rasul melarang untuk menutup mulut ketika sholat yang berarti tidak boleh memakai Ibnu Abbas radliallahu anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda “Aku diperintahkan untuk melaksanakan sujud dengan tujuh tulang anggota sujud; kening -beliau lantas memberi isyarat dengan tangannya menunjuk hidung- kedua telapak tangan, kedua lutut dan ujung jari dari kedua kaki dan tidak boleh menahan rambut atau pakaian sehingga menghalangi anggota sujud.” Menggunakan cadar akan menghalangi tujuh tulang yang digunakan untuk pula ketika Khabbab bin Al-Aratt mengisahkan bahwa beliau dan sejumlah shahabat mengeluhkan panasnya tempat sujud saat shalat dzhuhur yang mengenai dahi dan telapak tangan mereka. Namun Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak menerima keluhan mereka sehingga mereka tetap bersujud di atas dahi dan telapak tangan dalam keadaaan polos tanpa penutup ini menunjukkan bahwa dahi dan telapak tangan tidak boleh ditutupi kain yang menempel pada badan saat shalat. Imam Muslim meriwayatkan Dari Khabbab dia berkata; “Kami berkeluh kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam perihal shalat diatas kerikil yang sangat panas, namun beliau tidak menggubris keluh kesah kami.” jugabahaya adu domba dalam islamhukum menyindir orang dalam islamdasar hukum islamhukum membaca alquran saat haidkeramas saat haidhukum talak dalam pernikahanLarangan untuk menggunakan cadar bukan hanya pada saat sholat, tetapi juga pada saat ihram. Dari Abdullah bin Umar radliallahu anhu berkata Seorang laki-laki datang lalu berkata “Wahai Rasulullah, pakaian apa yang baginda perintahkan untuk kami ketika ihram?. Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab “Janganlah kalian mengenakan baju, celana, sorban, mantel pakaian yang menutupi kepala kecuali seseorang yang tidak memiliki sandal, hendaklah dia mengenakan sapatu tapi dipotongnya hingga berada di bawah mata kaki dan jangan pula kalian memakai pakaian yang diberi minyak wangi atau wewangian dari daun tumbuhan. Dan wanita yang sedang ihram tidak boleh memakai cadar penutup wajah dan sarung tangan“ SAW juga melarang menikahi seorang wanita tanpa melihat wajahnya terlebih dahulu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa ia berkata“Suatu saat saya berada di sisi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, lalu datanglah seorang lelaki mengabarkan kepada beliau bahwa ia ingin menikahi seorang wanita Anshar. Rasulullah berkata kepadanya “Apakah engkau sudah melihatnya?”, “Belum!” katanya. Beliau berkata “Kalau begitu temui dan lihatlah wanita Anshar itu karena pada mata mereka terdapat sesuatu.” Ahmad II/286&299, Imam Muslim IV/142 dan An-Nasa’i II/73. Melihat wanita adalah salah satu cara memilih wanita dalam Islam agar mendapatkan wanita cantik dalam Islam yang mampu menyenangkan pandangan suami. P9atrH.